Senin, 02 Agustus 2021

Sepucuk Surat untuk ipar

   

Teruntuk Hera, Sulaiman.

Assalamuaikum war...wab...

Berbasa basi boleh lah yah, karena sejatinya kita sama-sama pernah menjadi perantau di Kota yang sama, Jakarta. Kota yang penuh dengan hiruk pikuk masyarakat, orang bilang sih Kota Metropolitan.

Hallo, Bang Sule (Sapaan Akrab), gimana kabar lu bang, setelah lama meninggalakan kota? tentunya harus sehat dan tetap produktif donk. Eh, sekarang denger kabar ingin melamar adik gua yah? Wahh.. suatu kabar gembira donk tentunya. Selain sudah kenal dan akrab, tentunya kita bisa menjadi keluarga. Makasih banyak loh bang. Oh iya, gua mau cerita sedikit nih tantang Ari Siwe Meci (1) gua ke lu bang.

Sedikit tidak mungkin lu sudah paham seluk beluk nya.

Dulu, Gua dan Feton (aslinya Faturahmah) tumbuh dan dibesarkan secara sederhana oleh orangtua yang sangat hebat, orang tua yang sangat luar biasa, penuh dengan kesederhaan, kasih sayang dan disiplin. Ngomongin disiplin, terutama disiplin dalam sholat. Mama adalah orang yang paling keras. Umur gua waktu itu sekitar 8 atau 9 tahun, dan Feton 3 tahun lebih muda dari gua. Sepulang bermain saat adzan Magrib, langsung di sodorkan pertanyaan "Ma waur sambea ashar dua mu ede?"(2) dengan muka polos kamipun menjawab serentak "Belum Mah...". Mamapun menyuruh Feton ambil sapu di pojokan. Alhasil, empat kali cambukan mendarat dengan sempurna di telapak kaki kami. Wow, luar biasa kan? tapi begitulah cara didikan beliau untuk anak-anaknya, agar tidak melalikan kewajiban. Jika tidak solat, jumlah cambukan yang kami terima sesuai dengan jumlah rakaat yang di lalaikan pada saat itu. Dan alhmadulillah, dengan didikan seperti itu, In Sha Allah akan selalu membekas pada anak-anak nya, terutama gua dan Feton.

Hari berlalu, minggu terlewatkan, bulan terlampaui, hingga tahun berganti

Bapak adalah sosok bijaksana dalam memberikan kebebasan kami untuk memilih tingkat pendidikan, gua ke SMP, ia di MTs, tapi saat SMA di tempat yang sama. Namun untuk pendidikan lanjutan Tinggi, kamipun di bebaskan untuk memilih. gua di Jakarta (makanya kita ketemu di Kota ini bang, hehe) dan Feton di Makasar. Ia lulus jalur beasiswa "Pendidikan Bahasa Arab" di Universitas Islam Negeri Alauddin Makasar (UIN Alauddin).

Setelah lulus kuliah, gua balik ke Bima di bulan Januari 2014 kalo gak salah. Pada saat yang sama, terjadi kericuhan mahasiswa Bima yang menyerang pemuda Makasar, yang menyebabkan banyak mahasiswa Bima yang kuliah di sana menjadi panik, syok, dan tentunya kena mental seperti anak zaman now bilang. Hingga menyebabkan kekhawatiran keluarga meningkat.. Tak terkecuali Feton, berat badannya yang semula 63 kg menjadi 54 kg, sangat terlihat sangat kurus (katanya).

Masih di tahun yang sama, kurang lebih bulan April, ia mengalami tragedi yang luarbiasa, tragedi yang hampir merenggut nyawanya. Perampokan dan pembegalan yang disertai dengan pembacokan, alhasil punggung tangan sebekah kanan menjadi korban keganasan peristiwa saat itu, karena menangkis pisau / belati yang ingin menyerang bagian muka. Sehingga tulang Carpals dan tulang Ulna pun ikut patah dalam (Hasil Rontgen). Luka sayatan pun tergambar pada punggung tangannya, yang menyebabkan banyak jahitan dan cedera untuk beberapa saat lamanya.

Trauma dari tragedi tersebut mengharuskan gua terbang ke Makasar. Sesampai di Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin, gua langsung ke Rumah Sakit. Dalam perjalanan, tak hentinya meminta pertolongan Allah agar ia dalam kesadaran penuh. Sesampai disana, disambut dengan kepanikan dan raut wajah sedih serta penuh iba dari para sahabatnya. Langsung diantar menuju kamar. Dengan suara parau dan penuh hati-hati, gua bertanya

"Bune ja haba mu ari gaga ?" (3)

ia hanya tersenyum sembari menenangkan hati gua yang khawatir, lalu berkata

"waur bungkus kani perban rima mada sa'e, hehe" (4). Namun, ada butiran bening yang keluar dari sudut bola matanya. Ya benar, baru saja dia menangis. terlihat sedikit bengkak kelopak matanya, dan memar biru di beberapa pipi dan dahi.

Gua mendekat dan duduk di samping bed tempat ia berbaring, lalu menyeka air matanya dengan kata-kata motivasi, kata-kata kelembutan, dan kalimat bijak sebagai seorang abang. Karena gua tahu, kejadian brutal itu sangat menyakitkan dan membekas. Menenangkan nya dengan sedikit humor dan candaan adalah cara terbaik untuk menghiburnya.

Merengek minta pulang, menjerit akibat trauma, meraung karena kesakitan, menanggung semua rasa sakit dalam satu waktu. Namun, semuanya ia bungkus rapi dengan senyum tipis, agar terlihat baik baik saja. Gadis manja yang ingin terlihat kuat, gadis lemah yang ingin menunjukkan bahwa ia mampu melewati nya dengan senyuman. Gadis dengan ego tinggi yang berwatak keras ingin tetap tegar. Gadis yang biasanya melakukan apapun sendiri, kita terlihat lemas dan tak berdaya, jangan kan memasak (karena ia pandai memasak), makan pun gua yang suapin saat itu. Tetap saja kau terlihat seperti gadis kecil yang lugu dan polos wahai adikku. 

Gak usah sok strong deh depan abang.

Setelah tiga hari di rawat di Rumah Sakit, akhirnya bisa pulang ke Kost-an dengan syarat tetap rutin kontrol tiap minggu. Tiap kali jadwal kontrol, merengek minta di belikan ini itu bla bla. Hingga 3 minggu gua berada di Makasar untuk menenangkan nya.

Terlalu kejam pelaku pembacokan, hingga merampas keceriaan yang ia miliki.Terlalu sadis pelaku kekerasan pada perempuan hingga menimbulkan trauma yang mendalam. Gua berdoa, semoga pelakunya tidak mempunyai adik perempuan.

Gua hanya sedikit mengingat moment indah bersama Calon istri lu bang.

Harapan dan terimakasih gua sederhana aja bang ke lu, yang diwakilkan dengan:

Semoga menjadi imam yang bisa membimbing dan mengarahkan ia kepada kebaikan dunia dan akhirat.

Semoga menjadi suami yang selalu bertanggung jawab atas segala kebutuhan dan kehidupannya.

Semoga menjadi suami yang bijaksana dalam berkeputusan.


Terima kasih sudah menyayanginya sejauh ini.

Terima kasih sudah mencintainya dengan berbagai kekurangannya.

Terima kasih sudah bertanggung jawab atas segala ketidaksempurnaannya dengan penuh kepedulian.


Jaga ia dengan baik, sebaik kami menjaganya waktu kecil.

Sayangi ia dengan cinta, sesayang kami waktu kecil.

Lindungi ia dengan kekuatan cinta, seperti kami melindunginya waktu kecil.


Jangan berkata kasar yang melampaui, karena hati nya rapuh.

Jangan membuat nya bersedih, karena hati nya mudah terluka.

Jangan pernah bermain tangan, karena raga nya lemah.


Salam Jauh, 2 Agustus 2021


Bang Tole

_________________________________________________


     










(1). Ari Siwe Meci : Adik perempuan yang manja

(2). Ma waur sambea ashar dua mu ede? : Kalian berdua sudah solat ashar?

(3). Bune ja haba mu ari gaga ? : Bagaimana kabarnya dek?

(4). Waur bungkus kani perban rima mada sa'e, hehe : Sudah di perban tangan ku bang, hehe

Senin, 26 Agustus 2019

Aku lelaki bodoh

untuk lelaki masa depanku
aku ingin berpesan. Tolong jaga aku sebaik mungkin. Sayangi dan cintaku dengan sepenuh hati. Perlakukan wanita mu ini dengan baik. Berikan aku kenyamanan bukan kekasaran. Biarkan aku mengeluarkan pendapat ku. Biarkan aku memberitahu apa yang aku suka dan apa yg tidak aku suka. Biarkan aku memilih apa pilihan ku. Jika kamu tidak suka apa yg aku pilih, aku lakukan, beri aku saran dengan baik. Bicarakan dengan baik dan sabar. Jika aku salah, nasihatilah aku.

Bergetar hati membaca nya, telah habis kata dan kalimat. Kaku bibir ini ingin berucap. Memang kau pandai bermain kata hingga luluh.
Dan aku.
Hanya terdiam sejenak.
Aku hanya seorang lelaki biasa yang tak pandai dalam berkata. Namun akan ku coba jawab dengan singkat.

Akan aku jaga kepercayaan itu sepenuh nya.
Aku bukan lelaki yang pandai jika berbicara tentang kekerasan.
Tapi aku tahu bagaimana cara memperlakukan wanita ku kelak.
Aku bukan lelaki yang pandai deskriminasi. Tapi aku tahu bagaimana cara menjadi bijak.
Ijinkan aku menjadi lelaki masa depan mu.

Rabu, 07 Oktober 2015

Welcome 1050 Mdpl


Sekali lagi berpetualang dengan rasa yang sangat menantang. Dengan persiapan yang sukup matang, akhirnya Pundu nence (Punce) gue taklukan lagi dengan semangat hari Pendidikan yang membara. Bersama beberapa kawan dan sahabat berjalan setapak demi setapak hingga Puncak dengan ketinggian 1050 mdpl dengan keringat rasa syukur.
Welcome To Lela Mase. Adalah kampung dengan penduduk lebih kurang 100 kk ini adalah tempat pertama kaki ini mulai melangkah. Berjalan menyusuri ladang penduduk sekitar dengan rute yang menurun dan bebatuan dengan mentari yang menyengat kulit. Disuguhi pemandangan gersang nan eksotis, akhirnya sampai disungai pertama, ya sungai “sori lela”. Dengan air yang jernih dan deras yang lumayan mengobati lelah setelah berjalan sekitar 30 menit. Capek dan lelah selalu di rasakan bagi pendaki. Dan mungkin di sini kami menamakannya dengan Post 1. Mempersiapkan jamuan makan untuk menampung tenaga ketika mulai mendaki lagi.
Setelah dari sungai, kaki ini akan terbiasa dengan rute yang mulai menanjak dan sedikit licin karena gerimis, tanjakan dengan kemiringan lebih kurang 60 derajad ini lumayan menguras tenaga. Rasa lelah kaki ini berjalan seakan tidak terasa karena pemandangan hutan belantara memanjakan mata. Sekitar kurang lebih 45 menit mendaki, “cafe” menunggu kami.
Cafe, dengan bebatuan untuk duduk dan singgah sementara. Setelah dari cafe dan melanjutkan perjalanan hingga sampai sebuah batu yang cukup besar dibandingkan dengan yang lainnya, dan di atas batu tersebut terdapat batu yang berbentuk ulekan (cobek + anak cobek). Masih dengan suasana hutan.
Sebelum sampai Pos 2, terdapat 3 meriam peninggalan kakek nenek moyang kita zaman dulu. Meriam ini mengarah ke selatan barat daya, tepat ke pemukiman warga Kecamatan Wawo. Konon cerita para petuah yang sedikit tahu keberadaan meriam ini, di gunakan untuk mengusir penjajah Belanda yang masuk ke Wawo dan beberapa daerah yang dekat dengan Kecamatan Wawo (katanya).
Pos 2. Adalah sungai kecil bahkan tidak ada aliran air yang mengalir kecuali musim hujan. Disini kami mampir untuk berwudhu dan melajutkan perjalanan menuju savana 1. Yang di tumbuhi rumput dan beberapa tumbuhan kecil lainnya, Savana pertama baru bisa melihat langit. Wudhu dari pos 2 tetap terjaga dan dzuhur di bawah rintikan gerimis.
Lanjut perjalanan hingga sampai pada “bukit penyesalan”, kenapa di namakan bukit penyesalah? Karena tanjakan yang membentuk sudut lebih kurang 120 derajat ini sangat melelahkan. Tapi bagi gue disana adalah “Bukit Cinta”.
Hingga magrib pun kami sampai di puncak nya.
“Welcome to Pundu Nence”