Sekali
lagi berpetualang dengan rasa yang sangat menantang. Dengan persiapan yang
sukup matang, akhirnya Pundu nence (Punce) gue taklukan lagi dengan semangat
hari Pendidikan yang membara. Bersama beberapa kawan dan sahabat berjalan
setapak demi setapak hingga Puncak dengan ketinggian 1050 mdpl dengan keringat
rasa syukur.
Welcome
To Lela Mase. Adalah kampung dengan penduduk lebih kurang 100 kk ini adalah
tempat pertama kaki ini mulai melangkah. Berjalan menyusuri ladang penduduk
sekitar dengan rute yang menurun dan bebatuan dengan mentari yang menyengat
kulit. Disuguhi pemandangan gersang nan eksotis, akhirnya sampai disungai
pertama, ya sungai “sori lela”. Dengan air yang jernih dan deras yang lumayan
mengobati lelah setelah berjalan sekitar 30 menit. Capek dan lelah selalu di
rasakan bagi pendaki. Dan mungkin di sini kami menamakannya dengan Post 1. Mempersiapkan
jamuan makan untuk menampung tenaga ketika mulai mendaki lagi.
Setelah
dari sungai, kaki ini akan terbiasa dengan rute yang mulai menanjak dan sedikit
licin karena gerimis, tanjakan dengan kemiringan lebih kurang 60 derajad ini
lumayan menguras tenaga. Rasa lelah kaki ini berjalan seakan tidak terasa
karena pemandangan hutan belantara memanjakan mata. Sekitar kurang lebih 45
menit mendaki, “cafe” menunggu kami.
Cafe,
dengan bebatuan untuk duduk dan singgah sementara. Setelah dari cafe dan
melanjutkan perjalanan hingga sampai sebuah batu yang cukup besar dibandingkan
dengan yang lainnya, dan di atas batu tersebut terdapat batu yang berbentuk
ulekan (cobek + anak cobek). Masih
dengan suasana hutan.
Sebelum
sampai Pos 2, terdapat 3 meriam
peninggalan kakek nenek moyang kita zaman dulu. Meriam ini mengarah ke selatan
barat daya, tepat ke pemukiman warga Kecamatan Wawo. Konon cerita para petuah
yang sedikit tahu keberadaan meriam ini, di gunakan untuk mengusir penjajah
Belanda yang masuk ke Wawo dan beberapa daerah yang dekat dengan Kecamatan Wawo
(katanya).
Pos
2. Adalah sungai kecil bahkan tidak ada aliran air yang mengalir kecuali musim
hujan. Disini kami mampir untuk berwudhu dan melajutkan perjalanan menuju savana 1. Yang di tumbuhi rumput dan
beberapa tumbuhan kecil lainnya, Savana pertama baru bisa melihat langit. Wudhu
dari pos 2 tetap terjaga dan dzuhur di bawah rintikan gerimis.
Lanjut
perjalanan hingga sampai pada “bukit penyesalan”, kenapa di namakan bukit
penyesalah? Karena tanjakan yang membentuk sudut lebih kurang 120 derajat ini
sangat melelahkan. Tapi bagi gue disana adalah “Bukit Cinta”.
Hingga
magrib pun kami sampai di puncak nya.
“Welcome to Pundu Nence”