Rabu, 07 Oktober 2015

Welcome 1050 Mdpl


Sekali lagi berpetualang dengan rasa yang sangat menantang. Dengan persiapan yang sukup matang, akhirnya Pundu nence (Punce) gue taklukan lagi dengan semangat hari Pendidikan yang membara. Bersama beberapa kawan dan sahabat berjalan setapak demi setapak hingga Puncak dengan ketinggian 1050 mdpl dengan keringat rasa syukur.
Welcome To Lela Mase. Adalah kampung dengan penduduk lebih kurang 100 kk ini adalah tempat pertama kaki ini mulai melangkah. Berjalan menyusuri ladang penduduk sekitar dengan rute yang menurun dan bebatuan dengan mentari yang menyengat kulit. Disuguhi pemandangan gersang nan eksotis, akhirnya sampai disungai pertama, ya sungai “sori lela”. Dengan air yang jernih dan deras yang lumayan mengobati lelah setelah berjalan sekitar 30 menit. Capek dan lelah selalu di rasakan bagi pendaki. Dan mungkin di sini kami menamakannya dengan Post 1. Mempersiapkan jamuan makan untuk menampung tenaga ketika mulai mendaki lagi.
Setelah dari sungai, kaki ini akan terbiasa dengan rute yang mulai menanjak dan sedikit licin karena gerimis, tanjakan dengan kemiringan lebih kurang 60 derajad ini lumayan menguras tenaga. Rasa lelah kaki ini berjalan seakan tidak terasa karena pemandangan hutan belantara memanjakan mata. Sekitar kurang lebih 45 menit mendaki, “cafe” menunggu kami.
Cafe, dengan bebatuan untuk duduk dan singgah sementara. Setelah dari cafe dan melanjutkan perjalanan hingga sampai sebuah batu yang cukup besar dibandingkan dengan yang lainnya, dan di atas batu tersebut terdapat batu yang berbentuk ulekan (cobek + anak cobek). Masih dengan suasana hutan.
Sebelum sampai Pos 2, terdapat 3 meriam peninggalan kakek nenek moyang kita zaman dulu. Meriam ini mengarah ke selatan barat daya, tepat ke pemukiman warga Kecamatan Wawo. Konon cerita para petuah yang sedikit tahu keberadaan meriam ini, di gunakan untuk mengusir penjajah Belanda yang masuk ke Wawo dan beberapa daerah yang dekat dengan Kecamatan Wawo (katanya).
Pos 2. Adalah sungai kecil bahkan tidak ada aliran air yang mengalir kecuali musim hujan. Disini kami mampir untuk berwudhu dan melajutkan perjalanan menuju savana 1. Yang di tumbuhi rumput dan beberapa tumbuhan kecil lainnya, Savana pertama baru bisa melihat langit. Wudhu dari pos 2 tetap terjaga dan dzuhur di bawah rintikan gerimis.
Lanjut perjalanan hingga sampai pada “bukit penyesalan”, kenapa di namakan bukit penyesalah? Karena tanjakan yang membentuk sudut lebih kurang 120 derajat ini sangat melelahkan. Tapi bagi gue disana adalah “Bukit Cinta”.
Hingga magrib pun kami sampai di puncak nya.
“Welcome to Pundu Nence”







Kamis, 27 Agustus 2015

Aku adalah hujan


“Aku adalah hujan, jika kau tak suka silahkan berteduh” sebait kalimat ini adalah sebagai pembuka obrolan. Obrolan yang menguak kisah. Entah kapan seseorang mulai berpikir seperti itu, entah siapa yang di tujukan nya. Saya tidak tahu, yang saya tahu hujan terkadang bisa membuat kita sakit (demam). Hujan itu indah, kiriman sang pencipta sebagai sumber daya alam yang harus dimanfaatkan, jika berlebihan akan mendatangkan bencana. 

Iya, aku adalah hujan yang datang dengan segala pengharapan untuk melengkapi kekeringan bumi. Aku datang untuk menumbuhkan rumput yang entah setengah tahun mengering. Bahkan di lahap hawa panas mentari. Jika kau tak ingin sakit, segera berteduh. Tidak ku paksakan kau suka hujan. Kau masih punya payung.

Aku adalah hujan dengan sifat keras ku. Gerimis adalah kelembutanku. Dan aku akan sangat lembut jika pelangi ku ukir indah dengan cahaya yang membaur. Pelangi ku tidak akan muncul jika hujan terus deras. Ku biarkan diriku bebas hingga mentari dan mendung bergantian. Yah, aku benci payung, ia menghalangi ku untuk berkontak langsung dengan mu. Tapi kau sangat senang dengan payung.

Jumat, 17 April 2015

Mungkin Aku Lelah

Anakmu adalah generasi penerus. Di pundak ini akan melahirkan ide cemerlang yang bisa mengubah dunia. Hanya itu pengantar pada umum nya yang sering di tuturkan penulis populer.

Anakmu adalah generasi penerus. Kini aku sudah besar, baik dan buruk nya dunia kalian yang ajarkan, telah membuka jendela dunia dengan tuntunan. Kasih sayang adalah harga mutlak yang harus kami dapatkan. Hitam dan Putih sudah dapat anak mu ini bedakan wahai papa, wahai mama.

Anakmu adalah generasi penerus. Harapan dan kebanggan kalian raih dari pundak kamu sebagai anakmu. Rapuh dan renta termakan usia. Taat pada kalian adalah bukti kecintaan ku yang sangat besar.

Ini bukan tentang mereka. Tapi ini adalah tentang kita. Kini ku di hempaskan pada kenyataan yang tak pernah ku tahu dari mana arah nya. yang ku tahu hanya aku sayang kamu. Mereka tidak melihat hal itu. Aku takut mereka kecewa.

Maaf jika terlena dengan keadaan ini. Maaf untuk waktu yang kau luang. Jika ku tahu dari awal akan seperti ini. Tidak ku sentuh hidup mu. Tidak pernah ku katakan "jarak adalah sebutir debu dari genggaman kita"

Bukan hanya kamu yang tersakiti, aku juga. Kita sama-sama terluka. Bahwa harus aku yang minta maaf. Sorry. Mungkin Aku Lelah, Mungkin Kamu Juga Lelah. Dan KITA juga mungkin Lelah.