Tampilkan postingan dengan label Cerpen. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cerpen. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 17 Agustus 2013

Selamat Jalan Sahabat

Sidiq
FIllan


Saat gue terima SMS pertama kali dari Silvia Dwi Puspitasi (salah satu sahabat kampus gue) isi sms nya adalah "Innalillahi Wa Inna Ilaihirojiun, telah berpulang ke rahmatullah teman kita 'Sidiq Nurochman' jam 14.30 WIB di RS. Karawang. Semoga amal ibadahnya di terima di sisi Allah SWT" dan badan gue langsung gemetaran. bagaimana bisa dia pergi secepat itu, bagaimana bisa dia begitu cepat menghadapNya. *itu sudah menjadi takdir bagi Fillan (nama bekennya sih gitu).

Sidiq Bersama Rezqi dan Silvia

Wahai sahabatku, mungkin inilah jalan takdirmu. Jalan takdir yang telah digariskan oleh sang pencipta semenjak lu lahir. dan itu semua sudah ada dari sebelum kita ada, bahkan lebih jauh lagi suratan itu sudah di tulis oleh Sang Pencipta Bumi dan langit ini.

17 Agustus 2013. Adalah tepat Hari yang sangat bersejarah ini, hari kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-68 tahun ini. kau harus pergi meninggalkan kami semua, dan melanjutkan perjalanan panjang lagi di alam yang berbeda dengan kita para sahabatnya dan seluruh keluarga yang di tinggalkannya. hari yang bersejarah ini, kami para sahabatmu harus ikhlas melepaskan kepergian seorang sahabat yang selalu ada disaat canda dan tawa, disaat kita masuk kuliah.

Ingatkah kau, ketika kita bersama-sama melaksanakan PKL (Praktek Kerja Lapangan) di Puskesmas gambir...? kita selalu besama kawan. dan ingatkah kau saat kita melanjutkan PKL di RSPAD Gatot Soebroto bulan lalu...? itu adalah jalan dimana kau meninggalkan sisa-sisa kenangan kepada kami sebagai sahabatmu. Kau adalah mahasiswa yang paling rajin datang ke kampus, mahasiswa yang paling rapi diantara yang lain, mahasiswa yang jarang dihukum jika peraturan kampus dilanggar. Dan itu semua adalah julukan mu kawan.

Wahai sahabat, bulan depan adalah bulan dimana kita yang menyandang sebagai mahasiswa akan menyandang gelar baru, yaitu gelar yang dimana semua mahasiswa ingin gelar tersebut, yaitu gelar 'Wisuda'. Bahkan kau pun adalah mahasiswa yang ingin merasakan gelar itu, setelah perjalanan panjang kita 3 tahun silam. Semoga kau di wisuda oleh Sang Khaliq. Amiennn...!

Setiap kalimat yang kau ucapkan itu selalu terbata-bata dalam mengungkapkannya, sehingga ada diantara kami yang memanggil kau dengan sebutan Cesc (kalo nama ini gue gak tau dapatnya darimana, dan asal mulanya dari mana, tapi yang jelas, anak-anak yang lain memanggilnya dengan sebutan tersebut) ada juga sebagiannya memanggil dengan sebutan bang ji'is (naahhh, kalo yang ini gue tahu, nama itu dari perkembangan nama seorang pelawak, AZIS GAGAP, lakon Opera Van Java). Itu bukan ingin mengejek atau menghina, percayalah itu hanya sebagai lelucon semata. Karena dengan sebutan itu bisa lebih akrab. 

Wahai sahabatku, terima kasih kau telah memberikan banyak kenangan kepada kami.
Selamat jalan sahabaku.
Tenanglah disana. Kami para sahabatmu senantiasa mendoakan mu.
Innalillahi wa innailaihirojiun...


Apel pagi bersama

Nunggu dosen masuk

Siddiq sebagai pasien gue

Futsal

nge-Hangout di Monas

Kost Afif

nge-Hangout di Monas

nge-Hangout di TMII

Kenangan itu tidak akan kami lupakan wahai sahabat...






Sabtu, 10 Agustus 2013

Tentang Wanita

Wanita marah bukan berarti ia pemarah
Melainkan hatinya sedang terluka
Wanita yang cenderung diam
Bukan bearti ia egois dan cuek atau acuh tak acuh
Melainkan diam lebih baik darinya.
Ketika hati wanita tersakiti
Mungkin susah digambarkan dengan apapun.

Namun hancurnya hati wanita ketika tersakiti
Lebih dari sekedar
Gelas yang terjatuh dari atas menara “Prakk”
Ketika hatinya tersakiti tak banyak yang ia lakukan
Namun ia hanya tahu meneteskan air mata
Yang membasahi pipinya dan dada yang terasa sesak

Jika kau ingin menggenggamnya,
Maka genggamlah dengan halus.
Jika kau ingin melepasnya,
Lepaskan dengan perlahan.


Karena ia adalah mahluk yang sangat ‘RAPUH’

`Sonmax`

Selasa, 26 Februari 2013

Fajar dan Senja ku ! (Part 2)


   Malam tak pernah memberi kepastian atas jawabanku. Ku hidup dan selalu tegar atas bisikan angin yang membuatku bertahan untuk tetap tersenyum. Pernah mencoba dari senyuman yang lain, tapi tak sehangat senyummu. Pernah memandang wajah indah, tapi tak sesejuk ketika ku pandang wajahmu. Mencoba berlari dan mengadu pada surya. Apakah bisikan angin benar.? Apakah dia sosok fajar dan senja yang ku cari.? Dia begitu indah dan sejuk. Senyuman manis terlukis di bibirnya yang tipis. Sudah ku temukan jawabannya. Iyaa. Sudah ku temukan dari sejumlah pencarianku, bahwa dia lah sosok fajar dan senja yang mengisi kekosongan hati di kala gelap.

‘Hoooreeeee’teriakan ku seakan berbicara pada surya, seakan ingin bercerita pada awan putih yang berkeliarann diatas sana, bahwa pencarianku tlah berujung. Akan ku umumkan pada bintang, akan ku beritakan pada semua yang bertelinga, pada semua yang mendengar, bahwa aku telah menemukan sosok fajar dan senjaku di tengah penantian yang begitu usang untuk di perbarui. Sang penulis tak mampu menguraikan rasa senang ini lewat penanya. Pelukis juga tak sanggup melukis perasaan ini lewat kanvasnya. Tidak ada yang bisa. Dalam hari, ku lalui waktu bersamanya.

atila
Senja di Tambora
       Sore ku bergumam,‘Apakah kau yakin itu adalah sosok fajar dan senjamu? Sementara kau masih terbuai oleh bayangan silam?’hingga ku memahami kalimat dari sang sore. Benarkah Fajar yang ku temukan selalu membuka dunia untuk tetap terang.? benarkah senja yang ku temukan ini.?

Fajar di Tambora
Tapi apa yang ku temukan.? Fajarku tidak menerangi hati, ia sudah malas perintahkan surya untuk tersenyum, senjaku yang sudah malas menghadirkan bintang dan bulan. Aku benci. Aku malu pada semua yang bertelinga. Awan putih berubah hitam mendengarkan kisahku. Lagi-lagi hembusan angin mendekati dan menasehati “tak pernah kau temukan fajar dan senjamu jika kau masih menyimpan luka dalam hati. Tidak akan pernah. Mereka bahkan enggan singgah dalam hati yang masih ada luka. Iyaa. Luka lama harus dikubur. Luka lama harus menguap bersamaku. Kau harus bangkit. Kau harus bisa menjadi fajar dan senja untuknya” seperti biasa, dia berlalu dengan indah dihadapanku sendiri. Cepat, Tangguh dan Lembut meninggalkan ku diantara sepi dan sunyinya hari. “Aku akan segera menjadi fajar dan senja untuknya” teriakku dalam bisunya malam.

TO BE CONTINUE

Kamis, 21 Februari 2013

Fajar dan Senja Ku ! (Part 1)


Ku pernah bercerita pada malam, bahwa aku sangat mencintai sang rembulan di kala ia purnama. Cahaya indah yang bisa dirasakan jauh dari bumi, cahaya yang sangat mempesona dan menarik hati setiap insan yang melihat. Cahaya itu mampu dirasakan dari jauh, sejauh jarak antara antar planet, jauh memang. Ku pernah bertanya pada sang malam, bagaimana aku jika ia tak ada kabar.? Bagaimana aku jika ia telah memilih hati yang lain.? Ku menunggu jawaban mu wahai pemilik purnama, dapatkah kau berikan aku satu jawaban dari seribu pertanyaanku wahai engkau penguasa bintang, jawab aku, wahai sang malam. Terlintas dalam pikiran “Beginikah kau perlakukan setiap insan yang menunggu jawaban dari pertanyaannya.? Kau hanya diam dan diam dalam kebisuanmu yang panjang hingga sampai fajar terbit.?”
      Hingga hembusan angin menertawakanku, hanya mampir, dan berbisik “dia telah bersama yang lain, jangan kau tagih cintamu, jangan kau rampas janjimu, jangan kau buat penantianmu terluka. Banyak yang menanti kisahmu, banyak yang menunggu senyum mu. Yaitu dia. Yang begitu tulus menyaingi Fajar, menyejukkan layaknya embun pagi, sehangat terik mentari, semerdu kicau burung, dan seindah senja, akan selalu menemanimu bercerita di kemudian hari, bahkan aku sanggup menulis kisahmu dengan dia” dan ia berlalu dengan cepat, meninggalkan ku di kesendirian malam gelap. Ingin ku kejar, terlalu cepat, tanpa memberi kesempatanku untuk bertanya “siapakah sosok fajar dan senja yang mengisi kekosongan hati di kala gelap...???

Fajar di Tambora

Senja di Tambora

TO BE CONTINUE