Selasa, 12 Maret 2013

Bermalam Di Puncak









Menikmati Fajar di Puncak

Bermalam di puncak
Dingin menyerang, dalam berselimut kabut
Embun terus turun memeluk raga
Suasana yang sepi dan begitu dingin yang menusuk tulang
Memandang keatas, bintang bertaburan dengan sesuka hati
Yang seakan menggapai bumi dengan cahayanya

Berlari keatas sana, memandang kebawah.
Terlihat kelap-kelip lampu dunia
Yang bersentuh dalam nuansa hangatnya secangkir kopi
Bersama asap yang selalu mengepul dari bibir manis ini
kepulan asap bereaksi dengan hawa dingin nya pagi

Berdiri diatas sana,
Yang terlihat hanyalah kota kecil bagai dalam genggaman
Dunia bagai mimpi
Dunia bagai dalam khayalan yang nyata

Masih berdiri disini, 
Menikmati keindahan Fajar
Ku sapa dengan senyuman hangat
Namun senyum ku terhalang oleh dingin nya hawa dalam lembah
Ku muntahkan beberapa kata "Inikah Puncak Pass di kala fajar tiba...? Subhanallah. Keindahan itu memang ada"











Selasa, 26 Februari 2013

Fajar dan Senja ku ! (Part 2)


   Malam tak pernah memberi kepastian atas jawabanku. Ku hidup dan selalu tegar atas bisikan angin yang membuatku bertahan untuk tetap tersenyum. Pernah mencoba dari senyuman yang lain, tapi tak sehangat senyummu. Pernah memandang wajah indah, tapi tak sesejuk ketika ku pandang wajahmu. Mencoba berlari dan mengadu pada surya. Apakah bisikan angin benar.? Apakah dia sosok fajar dan senja yang ku cari.? Dia begitu indah dan sejuk. Senyuman manis terlukis di bibirnya yang tipis. Sudah ku temukan jawabannya. Iyaa. Sudah ku temukan dari sejumlah pencarianku, bahwa dia lah sosok fajar dan senja yang mengisi kekosongan hati di kala gelap.

‘Hoooreeeee’teriakan ku seakan berbicara pada surya, seakan ingin bercerita pada awan putih yang berkeliarann diatas sana, bahwa pencarianku tlah berujung. Akan ku umumkan pada bintang, akan ku beritakan pada semua yang bertelinga, pada semua yang mendengar, bahwa aku telah menemukan sosok fajar dan senjaku di tengah penantian yang begitu usang untuk di perbarui. Sang penulis tak mampu menguraikan rasa senang ini lewat penanya. Pelukis juga tak sanggup melukis perasaan ini lewat kanvasnya. Tidak ada yang bisa. Dalam hari, ku lalui waktu bersamanya.

atila
Senja di Tambora
       Sore ku bergumam,‘Apakah kau yakin itu adalah sosok fajar dan senjamu? Sementara kau masih terbuai oleh bayangan silam?’hingga ku memahami kalimat dari sang sore. Benarkah Fajar yang ku temukan selalu membuka dunia untuk tetap terang.? benarkah senja yang ku temukan ini.?

Fajar di Tambora
Tapi apa yang ku temukan.? Fajarku tidak menerangi hati, ia sudah malas perintahkan surya untuk tersenyum, senjaku yang sudah malas menghadirkan bintang dan bulan. Aku benci. Aku malu pada semua yang bertelinga. Awan putih berubah hitam mendengarkan kisahku. Lagi-lagi hembusan angin mendekati dan menasehati “tak pernah kau temukan fajar dan senjamu jika kau masih menyimpan luka dalam hati. Tidak akan pernah. Mereka bahkan enggan singgah dalam hati yang masih ada luka. Iyaa. Luka lama harus dikubur. Luka lama harus menguap bersamaku. Kau harus bangkit. Kau harus bisa menjadi fajar dan senja untuknya” seperti biasa, dia berlalu dengan indah dihadapanku sendiri. Cepat, Tangguh dan Lembut meninggalkan ku diantara sepi dan sunyinya hari. “Aku akan segera menjadi fajar dan senja untuknya” teriakku dalam bisunya malam.

TO BE CONTINUE